Kamis, 26 Maret 2015

Taare Zameen Par


            Taare Zameen Par adalah sebuah film yang menceritakan tentang Ishaan Nandkishore Awasthi, murid kelas 3 SD berumur 9 tahun yang tidak bisa membaca, menulis, dan berhitung. Setiap hari ia pergi bersekolah, namun ia tidak mengerti apa yang didapatkannya di sekolah. Ia selalu mendapat nilai yang buruk di sekolah, sehingga semua orang tidak menyukainya. Orang tuanya yang tak paham masalah apa yang terjadi pada diri anaknya pun mengecapnya sebagai anak nakal.
            Namun, dengan segala ketidak mampuannya, Ishaan adalah anak yang jenius dalam bidangnya. Otak kanannya begitu aktif. Ia sangat menyukai ikan dan memelihara ikan-ikan kecil hasil tangkapannya dari selokan. Ia juga sangat hobi menggambar dan menghasilkan gambar luar biasa berkat imajinasi dan kreativitasnya. Namun, tak ada seorang pun yang menyadari bakat besar Ishaan. Ishaan hanya dikenal sebagai anak nakal yang malas belajar.
            Ishaan merupakan korban dari sistem pendidikan yang egois, yang selalu melihat kesuksesan dari prestasi akademik yang gemilang. Ketika nilai akademik Ishaan memprihatinkan, sistem seakan hendak menjatuhkan vonis bahwa Ishaan bermasa depan suram.
            Kepala sekolah maupun guru Ishaan sudah angkat tangan dengan kondisi Ishaan yang sangat payah dalam soal prestasi akademik. Naasnya, orang tua Ishaan pun selalu membandingkan Ishaan dengan kesuksesan kakaknya yang memang pintar secara akademik. Ishaan kemudian dikeluarkan dari sekolahnya. Ia lalu dikirim oleh orang tuanya ke sekolah asrama. Ishaan begitu sangat terasing.
            Tak ada yang paham ada keistimewaan khusus pada diri Ishaan. Jika tereksplor, keistimewaan inilah yang justru akan mampu menjadikan Ishaan sosok unik nan spesial.  Namun, di sekolahnya yang baru, Ishaan kehilangan dirinya. Ia menjadi anak yang sangat pemurung, tidak mau belajar, terkekang, terasing, merasa sendirian, dan kehilangan hobinya : menggambar.
            Suatu hari, datanglah seorang guru seni temporer menggantikan guru kesenian sebelumnya di sekolah Ishaan. Ram Sshankar Nikumbh namanya. Guru Nikumbh adalah sosok yang istimewa. Ia mencoba menguak misteri yang terjadi pada hidup Ishaan.
            Guru Nikumbh mengenali Ishaan sebagai siswa berkebutuhan khusus. Ishaan mempunyai masalah disleksia. Disleksia sendiri adalah sebuah gangguan dalam perkembangan baca-tulis yang umumnya terjadi pada anak menginjak usia 7 hingga 8 tahun.Hal itu ia ketahui berdasarkan buku catatan Ishaan dan apa yang terjadi di masa lalu Ishaan. Bukti yang cukup valid untuk menguak persoalan utama yang dihadapi Ishaan.
            Suatu ketika, di saat semua guru Ishaan mengatakan bahwa Ishaan adalah murid yang bodoh dan bermasa depan suram, hanya guru Nikumbh yang tak berkata demikian. Guru Nikumbh malah mencoba membahas permasalahan Ishaan dengan orang tua Ishaan. Ia menempuh jarak ratusan bahkan ribuan kilometer untuk menemui orang tua Ishaan. Ia tak gentar untuk berdebat dengan orang tua Ishaan karena punya bukti yang bisa dipertanggungjawabkan ; buku catatan dan hasil lukisan Ishaan.
            Kalau bukan karena cintanya pada seorang murid, mustahil seorang guru datang ke rumah orang tua siswa yang jaraknya sedemikian jauh. Kalau bukan karena kesungguhan hati, sang guru pasti akan kehabisan akal serta kesabaran duluan sebelum persoalan yang menimpa muridnya dituntaskan.
            Thinking out of the box. Itulah pola pikir dan cara mengajar seorang Guru Nikumbh. Suatu hari ia menulis di papan tulis, satu demi satu huruf ditulis dari kanan ke kiri. “HMBUKIN RAKNAHS RAM IS EMAN YM”. Lalu ia mengambil sebuah cermin dan didekatkannya pada tulisan yang dibuatnya. Semua siswa yang diajarnya girang bukan kepalang karena bisa membaca tulisan itu dengan jelas, “MY NAME IS RAM SHANKAR NIKUMBH”.
            Guru hebat. Guru Nikumbh mampu memotivasi serta menyadarkan para muridnya untuk apa dan untuk siapa dia belajar dalam kehidupan ini. Dia bercerita tentang sosok-sosok hebat semacam Einstein, Pablo Picasso, Leonardo Da Vinci, serta tokoh hebat lainnya yang ternyata payah dalam prestasi akademis, namun bisa sangat hebat dalam bidangnya.
            Guru Nikumbh tak hanya mengajarkan Ishaan tentang seni, namun ia juga mengajar Ishaan pelajaran tambahan ; membaca, menulis, dan berhitung.  Hingga kian hari, kemajuan prestasi Ishaan kian meningkat.
            Itulah guru hebat. Ishaan mulai tersadar bahwa hidup terus berjalan. Perbaiki sisi lemah dari diri kita, dan berlatihlah terus untuk menunjukkan prestasi terbaik.
            Suatu saat, diadakan lomba lukis di sekolah Ishaan yang wajib diikuti oleh seluruh warga sekolah. Ide ini dicetuskan oleh Guru Nikumbh.  Ishaan turut ikut dalam lomba itu, namun ia baru datang saat peserta lain sudah mulai melukis. Guru Nikumbh yang sedari awal lomba menunggu kedatangan Ishaan pun akhirnya mulai melukis, begitu pula Ishaan.
            Setelah melukis, Ishaan segera menyerahkan hasilnya kepada Guru Nikumbh. Guru Nikumbh begitu takjub melihat hasil lukisan Ishaan yang teramat indah. Di saat Guru Nikumbh masih terpaku mengagumi hasil lukisan Ishaan, Ishaan mencoba melihat hasil lukisan sang Guru Nikumbh. Ternyata, sebuah lukisan indah yang menggambarkan dirinya yang sedang tersenyum bahagia. Ishaan berdiri mematung tak berkata apa-apa. Hanya ada rasa haru yang membuncah. Rasa haru yang tak sempat membuat Ishaan menangis bahagia.
            Semua hadirin bertepuk tangan ketika nama Ishaan Nandkishore Awasthi dari kelas 3 D disebut sebagai pemenang lomba lukis. Sang juara berjalan digandeng sang guru untuk menerima penghargaan. Ishaan berada di posisi pertama, dan Guru Nikumbh di peringkat ke-2.
            Sesaat setelah menerima penghargaan, Ishaan lalu berlari memeluk Guru Nikumbh. Mereka saling berpelukan dan menitikan air mata. Pelukan dan air mata yang punya banyak arti bagi Ishaan dan Guru Nikumbh.
            Pesan dari kisah ini adalah setiap orang mempunyai bakat dan kelebihan masing-masing yang jika terus digali dapat megubah seseorang from nobody to somebody. Begitu pula seorang guru. Guru dibilang hebat bukan karena ia lulusan terbaik dari kampusnya. Bukan pula karena melulu ia meraih banyak gelar sebagai guru teladan. Belum tentu juga guru yang lulus sertifikasi digelari guru hebat. Jika ia tak mampu membakar semangat muridnya untuk belajar, tahan dulu menganggap dirinya guru hebat.


(Aulia Fitratun Hasanah)

0 komentar:

Posting Komentar