Di pagi yang cerah aku melihat jendela yang telah
dibasahi oleh air hujan semalam, nampaknya
hujan sangatlah deras sehingga jalanan terlihat sangatlah licin dan udara
kelihatan sangatlah dingin. Aku menunggu temanku untuk pergi
sekolah bersama.
“Aldiii,” seseorang memanggilku dari
belakang, yang ternyata adalah ayahku.
Aku hanya tinggal berdua dengan ayahku, karena
semenjak ibu meninggal ayah tak berkeinginan untuk menikah lagi, aku sangat
menyayanginya karna dia sanggup merawatku sendirian hingga sekarang. Dia
adalah the best father ever.
“iya
yah, ada apa?”
“Tuh Roni udah nungguin.”
“Oke yah Aldi berangkat dulu ya? Assalamualaikum.”
“Yaa hati
hati ya nak, walaikummussalam.”
Aku berpamitan pada ayah dan langsung berlari menuju
Roni yang telah menungguku untuk pergi ke sekolah. Roni adalah sahabatku dari kecil, kami sering
dibilang anak kembar beda wujud karena kami mempunyai banyak kesamaan seperti
hobi dan tingkah laku tapi bentuk badan kami sangatlah berbeda.
“Ayo Ron larii, kita bisa telat kalo gini.”
“Iya Di,” Roni berlari dengan perut yang bergoyang goyang.
Kami berjalan di koridor sekolah dengan senyum
bahagia, tapi tiba
tiba..
“Aldi, Roni”ada
orang yang memanggil kami
Itu adalah teman teman dalam eskul band cowok yang
terdiri dari aku, Roni, Bagas, Billy, Aaron, dan Baba. Banyak yang bilang kalo eskul kami itu yang paling kompak, padahal banyak masalah yang sering muncul diantara kami. walau begitu masalah sebesar apapun bisa kami hadapi dengan
perundingan bersama.
Kami bersama sama menuju kelas yang sudah dipenuhi
oleh bermacam makhluk aneh.
“Hi teman ada
waktu gak besok?” tanya Bubu yang
masih asik dengan gadgetnya.
“Emang besok
ada apa Bu?” tanya Bagas dan Aaron.
“Pamanku mengundang kalian untuk datang di pesta ulang
tahunnya untuk menyumbangkan beberapa lagu.”
“Oke kami
bisa, iyakan
teman?” jawabku.
“Tapi
sebenarnya besok aku ada janji sama Yuna, atau aku batalin aja ya?” tanya Aaron bingung.
“Tidakk Aar kau ajak saja Yuna. Ohh ya teman kalian boleh bawa pacar kalian ke pesta omku.” jawab Baba.
“Aku bakal
ajak Navya” kata Billy.
“Kalo aku so
pasti ngajak Clara”
kataku senyum senyum.
“Aku bakalan ngajak….” Kata Roni kepotong.
“Verena kan?” kataku memotong omgongan Roni, ia terlihat malu-malu.
“Pasti Bagas ngajakin neneknya, kan
dia jomblo haha.” kataku ngeledek.
“Diem kamu Di.” jawab Bagas kesel.
Bagas memang gak punya pacar tapi bukan karena gak
laku tapi, karena dia
belom bisa move on dari Diandra. Mereka putus karena
Diandra diharuskan pindah ke luar kota.
“Bro kita
masuk kelas yok.” kataku.
Kami semua pun bergegas masuk ke kelas, dan menunggu untuk bel berbunyi, dan saat bel berbunyi kami pun langsung
ngumpul di depan kelasku, kami
merundingkan tempat kami latihan band nanti.
“Hmmm gimana
kalo di rumahku?” usulku pada mereka.
Mereka pun menjawab kompak “Yappp setujuu.”
Kami pun bersama sama pergi ke rumahku,kami berlari
sekuat tenaga berlomba menuju kerumahku.
“Woiiiii
tungguuuu” kata Roni terengah engah sambil mengunyah makanan
Kami terus berlari dan akhirnya sampai ke rumahku. Bagaslah pemenangnya, aku juara kedua yang disusul Bubu
dan Aaron dan…… kami menunggu kedatangan Roni dan Billy. Kami menunggu hampir 2 jam, dan Bagas kelihatan sangat kesal.
“Ayo Di kita
latihan, biarkanlah
mereka berdua,” kata Bagas kesal.
“Tunggu sebentar lagi lah Gas, sabarr,” kataku menyabarkan Bagas.
Tiba tiba datanglah 2 orang yang telah lama kami
tunggu, mereka
tidak kelihatan terengah-engah tapi
malah kelihatan seperti orang yang lagi kenyang.
“Dari mana kalian? Kelihatannya
sedang kenyang,” kataku.
“Hmmm bukan
Di bukan hmmm….” Jawab Billy gugup.
“Kamii dari bantuin ngambilin layangan dari atas pohon,” jawab Roni dengan muka yang membuat yakin semua orang.
“Kalian pasti dari makan bakso ya?” tanyaku.
*flashback on*
Roni kecapekan berlari jadi dia stop di tengah jalan, tiba-tiba Billy manggil dari kejauhan
otomatis Roni nyamperin.
“Ada
apa Bill?” tanya Roni.
“Kita kan
ketinggalan, gimana
kalo kita makan bakso dulu? Kamu
laper kan?” kata Billy.
“Gak
ah Bill nanti mereka nungguin kita,”
jawab Roni takut.
“Tenangg.” jawab Billy santai.
*flashback off*
“I..iiiya Di” jawab
Billy dan Roni.
Aku sudah mengenal Roni dari kecil jadi
aku tau ciri ciri Roni jujur atau bohong, tapi mereka tetap mengelak dan
akhirnya mengaku, walau pengakuan mereka membuat Bagas sangat kesal.
“HAH? KALIAN
DARI MAKAN BAKSO? KALIAN GAK
MIKIRIN PERASAAN KAMI NUGGU LAMA? KITA
KESINI MAU LATIHAN TAPI KALIAN MALAH GITU.” kata
Bagas sangat kesal.
“Ma..ma…af”
jawab Roni.
“Aku pulang ya Di?” kata Bagas yang tak mempedulikan
permohonan maaf dari Roni dan Billy.
Setelah Bagas pulang dari rumahku, satu persatu temanku pulang tapi tersisa Billy dan Roni, wajah mereka terlihat merasa sangat
bersalah, aku
berkeinginan untuk membantu menyatukan kembali mereka bertiga.
“Coba kalian sms Bagas dan yang lain ,minta maaf dan bilang kalo kalian
gak bakal ngulanginya lagi.” kataku.
“Tapi gak
mungkin mereka mau maafin kami Di,”
kata Billy.
“Hmm pasti
mereka maafin, coba dulu
nanti aku juga bujuk mereka buat maafin.” kataku
ngeyakini.
“Okelahh, kami minta maaf ya Di?” kata mereka
nyesel.
“Iyaa, jangan ngulangin lagi aja.” jawabku.
Mereka berdua pun pulang dengan wajah penyesalan. Aku
ingin menyatukan mereka lagi karena aku tahu bila sapu lidih tak lagi menyatu
maka akan menjadi lidih yang sangat rapuh dan tak ada artinya lagi.
Keesokan harinya di kelas aku melihat Billy dan Roni
yang minta maaf kepada Bagas.
“Ron, Bil
udah minta maaf sama yang lain?” tanyaku bisik.
“Sudahh
tinggal Bagas, tapi
kayaknya dia gak mau maafin aku.” kata Roni.
“Iya Di,” kata Billy.
“Nggak kok coba lagi saja.” kataku.
Aku mengerjakan tugas yang diberikan pak
guru, tapi saat aku sedang serius mengerjakannya, aku mendengar keributan di
belakangku.
“KAU TAK PERNAH MEMIKIRKAN PERASAAN ORANG LAIN BILL,KAMU
SELALU NGELAKUIN APA YANG KAMU INGINKAN DAN GAK PEDULI DENGAN ORANG LAIN.” kata Bagas sambil mendorong Billy.
“Gas tapi aku gak bakal ngulanginya
lagi, aku tau aku salah tapi tolong maafin aku, kita itu temen Gas udah lama, aku
tau kamu selalu nahan hati sama aku, tapi mohon satu kali aja.” kata Billy
mohon.
“UDAHLAH BILL.”
kata Bagas sambil keluar menuju wc.
Aku pun menenangkan Billy agar lebih sabar dengan
kelakuan Bagas, kalo
menurutku sih mereka berdua salah, itulah
tugasku untuk membuat mereka memaafkan satu sama lain.
Bel pulang berkumandang yang membuat kami semua
berbondong-bondong
pulang kerumah.
“Temann jangan
lupa nanti sore yaa.” kata Bubu.
“Aku tidak ikut ya Bu, aku banyak
kerjaan.” kata Bagas yang langsung pergi meninggalkan kami semua.
Beberapa jam kemudian kami bertemu di
café milik omnya Bubu, kami semua telah kumpul dan siap tampil kecuali Bagas, dia
mungkin memang tidak datang atau mungkin masih kesal dengan kejadian kemarin.
“Di sepertinya Bagas gak bakal dateng karna…” omongan
Billy terpotong oleh orang yg memanggil dari belakang.
“Hai teman, ayoo kita tampil dengan maksimal go
go go semangat” kata Bagas yang baru dateng.
“Ayo ayoo,” kata Bubu.
Billy masih duduk diam di kursi rias, mungkin masih merasa bersalah
karena Bagas tak
menerima permohonan maafnya. Tapi….
“Bill ayo kita tampil.”
kata Bagas dengan semangat.
“Hah? Iya ayo.” kata
Billy yang sepertinya lega.
Kami berenam nyanyi dengan penuh semangat, walau tanpa
latihan penampilan kami tetap wowww, para
pacar kami datang termasuk Diandra, kedatangannya
membuat Bagas sangatlah senang.
Setelah kami tampil kami berkumpul lagi di tempat rias
dan berganti pakaian.
“Di sini dulu.”
panggil Billy.
“Kenapa?”
tanyaku
“Kamu bilang
apa ke Bagas, sampe dia
maafin aku?” tanyanya balik.
“Hah? Gak ada, mungkin
dia udah sadar kali.” kataku.
Aku terdiam dan memikirkan sesuatu yang terjadi
kemarin di
*flashback on*
“Gas, maafin
Billy lah kesian tau.”
kataku membujuk.
“Aku
gak marah kali, aku
cuma mau ngasih pelajaran aja. Kalo kita tuh harus mikirin perasaan orang lain juga.” katanya.
“Tapi
nanti besok kamu datangkan?” jawabku sambil ketawa.
“Tentu bro.” jawabnya.
*Flashback off”
Ternyata Bagas telah memberikan pelajaran yang sangat
tepat pada Billy sehingga dia bisa mempelajari bahwa menghargai perasaan orang
lain itu sangat penting.
(Balqis Adilah)
0 komentar:
Posting Komentar